Skip to Content
Loading
Pak Geb
Pak Geb
Online
Halo 👋
Ada yang bisa pak geb bantu?

Republik Bataaf: Guncangan dari Eropa yang Sampai ke Hindia Belanda

Bayangkan Nusantara yang dikuasai oleh Perusahaan Dagang Belanda (VOC) yang sangat korup dan hampir bangkrut. Tiba-tiba, dari Eropa datanglah berita tentang sebuah revolusi. Ini bukan sekadar pergantian penguasa, tetapi perubahan sistem pemerintahan dari kerajaan menjadi republik! Inilah yang terjadi di Belanda. Republik Batavia (1801-1806) adalah nama baru bagi Belanda setelah revolusi yang didorong oleh gagasan-gagasan Revolusi Prancis—kebebasan, kesetaraan, dan persaudaraan—dan didirikan di bawah pengaruh Prancis yang dipimpin oleh Napoleon Bonaparte.

Lalu, apa hubungannya dengan Nusantara? Hubungannya sangat erat. Republik Batavia ini adalah "pengganti" resmi dari Republik Belanda lama yang menguasai VOC. Pada 1799, VOC yang sudah seperti kapal tua yang bocor akhirnya dibubarkan secara resmi oleh pemerintah Republik Batavia. Dengan demikian, semua hutang dan aset VOC, termasuk koloni-koloni di seberang lautan seperti Nusantara, diambil alih langsung oleh pemerintah Republik Batavia. Inilah momen penting ketika Nusantara secara resmi beralih dari "milik perusahaan" menjadi "milik negara". Namun, Republik Batavia ini umurnya pendek. Napoleon merasa pemerintahan republik ini tidak cukup efisien dan loyal, sehingga pada 1806 ia membubarkannya dan menggantinya dengan Kerajaan Hollandia, sebuah kerajaan boneka yang diperintah oleh adiknya sendiri, Louis Bonaparte. Perubahan inilah yang menjadi pintu masuk bagi seorang tokoh kontroversial: Herman Willem Daendels.

Herman Willem Daendels: Si Tangan Besi yang Mengubah Wajah Jawa

Pada 1808, Herman Willem Daendels tiba di Nusantara dengan jabatan baru: Gubernur Jenderal Kerajaan Hollandia (bukan lagi Republik Batavia). Namun, semangatnya adalah semangat revolusioner Republik Batavia. Dia adalah seorang patriot Belanda yang mendukung revolusi dan setia kepada Prancis. Tugas utamanya sederhana namun berat: mempertahankan Pulau Jawa dari ancaman invasi Inggris, yang saat itu sedang berperang melawan Prancis dan sekutunya.

Daendels adalah seorang pragmatis dan diktator. Dia dikenal sebagai "Tuan Besi" atau "Jenderal Tangan Besi" karena kepemimpinannya yang keras, disiplin, dan tanpa kompromi. Untuk melaksanakan tugasnya, dia melakukan serangkaian perubahan besar yang meninggalkan jejak abadi, terutama di Jawa:

  1. Membangun Jalan Raya Pos (De Grote Postweg): Ini adalah pencapaian Daendels yang paling legendaris. Dia memerintahkan pembangunan jalan sepanjang kurang lebih 1000 km dari Anyer di ujung barat Jawa hingga Panarukan di ujung timur. Dibangun dengan kerja paksa (rodi) yang mengerikan dan menewaskan ribuan pekerja pribumi, jalan ini memiliki nilai strategis militer yang luar biasa untuk memindahkan pasukan dan artileri dengan cepat. Namun, di balik itu, jalan ini juga menjadi urat nadi perekonomian baru yang menghubungkan daerah-daerah terpencil, memacu perdagangan dan mobilitas penduduk hingga hari ini.
  2. Reformasi Birokrasi dan Militer: Daendels memberantas praktik korupsi yang merajalela di zaman VOC. Dia memberlakukan gaji tetap untuk pegawai pemerintah, menggantikan sistem "upah" yang sebelumnya banyak berasal dari suap dan perdagangan pribadi. Dia juga membangun pabrik senjata di Semarang dan Surabaya, serta benteng-benteng baru. Untuk memperkuat angkatan perang, dia merekrut tentara bayaran dari berbagai suku, seperti orang Madura dan Bugis, serta membentuk pasukan tentara pribumi.
  3. Sentralisasi Kekuasaan dan Campur Tangan terhadap Kerajaan: Daendels memperlakukan kerajaan-kerajaan lokal di Jawa (seperti Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta) dengan sangat arogan. Dia memaksa mereka untuk tunduk sepenuhnya kepada pemerintah pusat di Batavia. Sikapnya yang kasar dan intervensinya yang dalam urusan internal kerajaan menimbulkan ketegangan dan kebencian yang mendalam. Dia bahkan tidak segan memecat dan mengangkat para bupati sesuai keinginannya, menunjukkan bahwa kekuasaan tradisional lokal harus tunduk pada kekuasaan pemerintah kolonial.
  4. Mengatasi Masalah Keuangan: Untuk mendanai proyek-proyek besarnya, Daendels menerapkan cara-cara yang keras. Dia menjual tanah-tanah negara (termasuk sebagian wilayah Banten dan Karawang) kepada pihak swasta, biasanya orang Eropa dan Tionghoa, yang justru memunculkan sistem tuan tanah baru yang menindas petani. Dia juga memonopoli perdagangan beberapa komoditas secara paksa.

Warisan yang Kontroversial

Masa kekuasaan Daendels yang singkat (hanya tiga tahun) meninggalkan warisan yang paradoks. Di satu sisi, dia adalah seorang modernisator. Jalan Raya Pos-nya adalah sebuah mahakarya infrastruktur. Reformasi birokrasinya meletakkan dasar bagi pemerintahan yang lebih modern. Namun, di sisi lain, semua itu dibayar dengan penderitaan rakyat Jawa yang sangat besar. Kerja paksa, pajak yang tinggi, dan sikapnya yang otoriter telah menyengsarakan kehidupan banyak orang.

Kekuasaannya berakhir pada 1811 ketika dia dipanggil pulang ke Eropa. Tak lama setelah kepergiannya, Inggris berhasil menaklukkan Jawa, memulai periode singkat pemerintahan Thomas Stamford Raffles. Warisan Daendels, bagaimanapun, tetap hidup. Dia telah menunjukkan bahwa dengan kekuatan dan sentralisasi, Pulau Jawa dapat diatur dan dimanfaatkan secara lebih "efisien" untuk kepentingan penguasa, sebuah prinsip yang akan terus diterapkan oleh pemerintah kolonial Belanda setelah mereka kembali berkuasa. Dengan kata lain, Daendels adalah tokoh transisi yang brutal yang mengakhiri era gaya lama VOC dan membuka jalan bagi sistem pemerintahan kolonial negara yang lebih terpusat dan terstruktur di Nusantara.

Daendels Berganti Janssens

Jonkheer Mr. Willem Janssens dikirim ke Hindia Belanda (Indonesia) pada tahun 1811 oleh pemerintah Kerajaan Hollandia (yang masih di bawah pengaruh Napoleon Bonaparte). Tugas resminya adalah menjadi Gubernur Jenderal.

Mengapa tugasnya sangat sulit?

  1. Mewarisi Keadaan yang Bobrok: Daendels telah meninggalkan Jawa dengan benteng dan tentara yang terlihat kuat, tetapi secara finansial hancur. Kebijakan kerja paksa dan pajak yang tinggi membuat penduduk lokal kelelahan dan tidak bahagia.
  2. Ancaman Inggris yang Nyata: Saat itu, Perang Napoleon sedang berkecamuk di Eropa. Inggris, sebagai musuh bebuyutan Prancis (dan sekutunya, Belanda), memiliki angkatan laut yang jauh lebih unggul dan telah memblokade serta mengisolasi Jawa.
  3. Sumber Daya yang Terbatas: Janssens tidak mendapat bantuan dari Eropa karena Belanda sendiri diduduki oleh Prancis. Ia harus bertahan dengan sumber daya yang ada di Jawa saja.

Masa Kekuasaan yang Singkat dan Berakhir Tragis

Masa kekuasaan Janssens di Jawa sangat singkat, hanya dari Juni hingga September 1811. Selama waktu itu, ia berusaha memperbaiki beberapa kebijakan Daendels yang paling dibenci, misalnya dengan mencoba berhubungan lebih baik dengan penguasa lokal di Yogyakarta dan Surakarta.

Namun, usahanya tidak cukup. Pada Agustus 1811, armada Inggris yang besar, dipimpin oleh Letnan Gubernur Jenderal India, Lord Minto, dan komandan lapangan Thomas Stamford Raffles, mendarat di Batavia (sekarang Jakarta).

Janssens, yang adalah seorang prajurit, memimpin pasukannya untuk bertahan. Pertempuran-pertempuran sengit terjadi, tetapi pasukan Belanda kalah jumlah dan kalah persenjataan. Janssens akhirnya terpojok dan terkepung di dekat Semarang.

Pada 18 September 1811, dengan posisi yang sudah tak tertolong lagi, William Janssens terpaksa menandatangani Kapitulasi Tuntang.

Apa Isi Kapitulasi Tuntang?

Kapitulasi Tuntang pada intinya adalah dokumen penyerahan tanpa syarat dari Belanda kepada Inggris. Isinya antara lain:

  • Seluruh tentara Belanda di Jawa menjadi tawanan perang.
  • Seluruh wilayah Hindia Belanda (Jawa, Madura, dan semua pos dagang lainnya) diserahkan kepada Inggris.
  • Harta benda dan arsip pemerintah disita oleh Inggris.

Dengan penandatanganan ini, berakhirlah kekuasaan Belanda (dan Prancis) di Jawa untuk sementara waktu, dan dimulailah periode pemerintahan Inggris di bawah Thomas Stamford Raffles.

Warisan dan Penilaian Sejarah

William Janssens sering digambarkan sebagai "gubernur jenderal yang gagal" karena tidak mampu mempertahankan Jawa dari Inggris. Namun, penilaian ini dianggap tidak sepenuhnya adil oleh banyak sejarawan.

Berikut adalah penilaian yang lebih berimbang tentang dirinya:

  • Diberikan Tugas Mustahil: Janssens dikirim ke medan pertempuran yang sudah dipastikan kalah. Ia tidak memiliki armada, pasukan segar, atau dukungan logistik dari tanah air. Melawan Inggris yang saat itu adalah kekuatan laut terkuat di dunia adalah misi bunuh diri.
  • Bukan Administrator yang Lemah: Sebagai seorang prajurit karir, ia berjuang dengan gigih sampai titik akhir. Kesalahannya mungkin terletak pada strategi militernya, tetapi bukan pada kurangnya nyali.
  • Figur Transisi: Ia menjadi simbol berakhirnya era pengaruh Prancis di Nusantara dan menjadi orang yang harus "menyerahkan kunci" Jawa kepada Raffles. Peristiwa ini membuka babak baru dalam sejarah Indonesia di bawah pemerintahan Inggris yang singkat namun memiliki pengaruh besar.

 Klik PPT Penjelasan Materi


Berbagi

Postingan Terkait

Konfirmasi Penutupan

Apakah anda yakin ingin menutup pemutaran video ini?